MINGGU SIANG INI, hatiku sangat gembira. Kata Ibu, Nenek dan Kakek akan datang ke rumah.
Aku kangen dengan mereka. Tiga bulan lebih kami tidak bertemu. Aku, Ibu, dan Bapak belum sempat menengok mereka.
Ting tong! Bel rumah berbunyi.

Aku bergegas lari ke ruang tamu dan membuka pintu.
“Neneeek … Kakeeek!” seruku sambil memeluk Nenek.
Mendengar aku kegirangan, ibu segera datang ke ruang tamu. Ibu mencium tangan kakek dan nenek. Aku pun mengikutinya.
Kakek dan Nenek aku ajak duduk di ruang keluarga. Ibu menyajikan teh manis hangat dan pisang goreng.

Kami berlima mengobrol asyik. Bapak kelihatan sangat gembira atas kedatangan orang tuanya.
Tiba-tiba, Kakek membuka kardus yang dibawanya. Wow, isinya mangga yang telah masak!
Kata Kakek, mangganya hasil dari pohon di belakang rumahnya.
Nenek tidak mau ketinggalan dengan Kakek, ia juga memberikan oleh-oleh.
Kata Nenek, oleh-oleh yang ini khusus untukku. Uhhh, aku senang sekali!
Aku penasaran dan segera membuka kardus yang diberikan Nenek. Oh, ada benda lucu berbentuk kepala kucing.

“Itu celengan, Dinda! Terbuat dari tanah liat,” kata ibu.
“Benar terbuat dari tanah liat?” tanyaku ke Nenek.
Nenek mengiyakan, ia membelinya dari Kasongan.
Kemudian, Kakek menjelaskan bahwa di Yogyakarta ada kampung bernama Kasongan.
Warga di kampung itu kebanyakan membuat kerajinan dari tanah liat. Bentuknya bermacam-macam. Ada yang berbentuk guci, teko, cangkir, piring, nampan, dan masih banyak lagi.

“Besok kalau aku ke Yogya, ajak ke sana, ya,” kataku. “Terima kasih oleh-olehnya, Nek.”
“Sama-sama, Dinda. Tiap hari dimasukin uang ya celengannya. Buat beli sepeda saat lulus SD nanti,” kata Nenek.
“OK, Nek,” jawabku penuh tekad. [*]


